#32 Story: Adore You - 2 (end)



Lelah...

Itu yang aku rasakan saat ini. Aku lelah menunggumu untuk datang menjemputku.
Lelah menanti kamu untuk menyadari isi hatiku.
Akhirnya aku mendorong tapak kaki ku untuk berlari mengejarmu. Mengejarmu terus menerus hingga aku bisa menggapai bahumu, untuk berkata, 

"Hey, tolong lihat aku."

Namun apa daya, kamu terlalu jauh... Ku beri tahu satu hal kepadamu, aku benci berlari. Itu membuatku sangat lelah. Tapi lihat, dengan lugunya aku berlari mengejarmu hingga batas teratas kemampuanku hanya untuk menggapaimu agar kamu menoleh ke arahku. Tapi kamu tak terkejar. Atau...selama ini aku hanya berlari di tempat? Di dalam sebuah roda berputar yang dengan bodohnya ku pikir akan membawaku ke suatu tempat dimana kamu berada.

Lelah... Aku ingin berhenti.

"Apa aku terlihat jelek di matamu?"
Berulang kali aku mematut wajah di hadapan cermin hingga sang bayangan muak melihat raut wajahku setiap saat. Berulang kali aku mengajak cermin itu berbicara, membayangkan jika aku bertemu kamu. Mencoba berbagai ekspresi menarik yang pada akhirnya membuatku geli bahkan jijik pada diriku yang terpantul disana. Menyedihkan. Aku ingin mengakhiri ini semua. Muak rasanya dipermainkan oleh perasaan sendiri. Aku muak menerka-nerka apa yang ada di hatimu.

Di Jum'at malam sepulang gereja, ketika aku tak sanggup menyapamu, kuputuskan untuk bertanya melalui sebuah aplikasi chat yang sering kita gunakan untuk saling sapa.

"Aku mau bertanya, boleh?"

Deg. Suara gemuruh tak menentu muncul di dadaku, membuat aliran darahku mengalir jauh lebih cepat. Detak jantungku beradu kencang dengan berbagai kegundahan dalam hati, haruskah semuanya kutumpahkan disini?
Dengan segala kepasrahan yang telah kupersiapkan di hati, kutanyakan padamu apakah kamu sedang menyukai atau mendekati seorang wanita lain.
Wanita lain...
Selain...aku...

"Aku rasa kamu ngerti, mana ada perempuan yang merelakan waktunya setiap malam untuk bercerita dengan seorang pria tanpa ada rasa apa-apa."

Kamu menjawab ada. Ada yang lain, sudah pasti itu bukan aku. Aku hanya tersenyum tipis saat membacanya. Ini yang aku mau, aku hanya butuh kejelasan. Supaya aku tahu kapan aku harus berhenti berlari mengejar kamu. Aku sudah bilang kalau aku lelah kan?

"Memangnya kalau sudah jelas, kenapa?"

Kamu masih saja mencoba mencairkan suasana dengan candaan yang kurasa tidak ada lucu-lucunya sama sekali di malam itu. Kamu mau tahu apa yang kulakukan saat itu?
Melempar handphone ku.
Ke tempat tidur yang menjadi sasaran empuk tentunya. Dengan hembusan nafas yang amat sangat berat, akhirnya aku telah meluapkan semuanya kepadamu. Aku cukup sadar kok, dari awal memang hanya aku yang selalu bertanya padamu. Seperti introgasi orang saja. Aku bertanya, kamu menjawab.

Seorang pria yang menyukai seorang wanita tidak akan seperti itu. Harusnya aku sudah sadar sejak awal, bukannya terbuai oleh mimpi indah yang semu seperti ini.

Kamu menganggapku sebagai teman.
Tak lebih.
Jujur saja, aku memang ingin menyudahi ini semua.

"Terimakasih."

Bukan, aku bukan menyindir. Itu tulus ku ucapkan karena selama ini kamu telah menjadi teman menghabiskan waktu yang menyenangkan buatku...
Berterimakasih karena kamu, aku sempat merasakan indahnya mengagumi seseorang.
Berterimakasih padamu karena membuatku tahu akan sebuah perasaan yang menyenangkan walaupun sedikit perih.
Dan aku berterimakasih karena akhirnya ini semua membuatku menyadari satu hal... Satu hal yang seharusnya kusadari sejak dulu.

Aku, tidak benar-benar menyayangi kamu.

Sungguh...

Maaf...

Aku tak bermaksud menutupi perasaanku yang telah kamu tolak. Tapi sungguh, aku tak benar-benar menyayangi kamu. Ucapanmu tantang isi hatimu yang kusadari tak memiliki ruang untukku membuatku menantikan sesuatu...

Air mata.

Ya, aku menunggu airmataku jatuh dari tempatnya saat menyadari kamu memilih yang lain.
Tapi dimana tetesan-tetesan kesedihan itu? Kenapa mereka tidak muncul?
Mereka bisa mengalir dengan derasnya di saat aku membaca sebuah novel ataupun menonton film yang menyedihkan. Tapi kemana mereka sekarang??

Hey, ini ceritaku.
Kisah hidupku,
Kisah cintaku,
Dan aku tidak mendapatkannya, aku ditolak...
Ini menyedihkan, tapi dimana air mata itu?

"Hhhhh...ya sudahlah."

Hanya itu, hanya itu kata yang keluar dari mulutku. Dan akhirnya aku menyadari bahwa aku dan kamu sama. Kita hanya merasa nyaman, tapi tak saling menyayangi. Rasa nyaman dan bahagia yang kurasakan bersamamu membuatku terlena dan ingin memilikimu.
Ternyata, aku payah.
Kamu tetap jadi temanku ya!!
Setidaknya aku bisa tersenyum lepas saat melihatmu nanti, tanpa ada perasaan takut ataupun gugup saat kita bertemu.

Kuketik di tengah malam, ditemani senyumanku di saat membaca isi chat kita yang kini bagaikan teman biasa.

Hey, kutagih janji es krim mu!!

Share:

0 comments